Email dari Pembaca

Daftar Isi

Aku sedikit terdiam memperhatikan dari siapakah email itu datang.  Ketika aku membukanya ternyata hanya ucapan salam dan perkenalan dirinya. Aku abaikan karena mungkin hanya Seperti para pembaca yang pada umumnya menanyaiku. Bukan tidak ingin membalas, tetapi jika bisa nanti kenapa harus sekarang?


Aku hanya sedang menata mana yang harus diprioritaskan terlebih dahulu dibanding hanya menanggapi hal yang Sepertinya tidak penting.

Email dari Pembaca

Akhirnya aku kembali ke tulisanku yang sudah hampir selesai. Mungkin tinggal 200 sampai 300 kata saja. Aku mengetik kembali dan terus merangkai kalimat demi kalimat, menyusun puing hati yang kuharap bisa berdiri dengan kokoh kembali.


Ada rasa yang tak ingin kutinggal pergi, tapi juga ada asa yang harus kurangkai nanti. Mungkin kini bukan masaku, hingga suatu saat nanti masa itu hadir padaku. Kapan? Entahlah. 


Seribu kata lebih telah selesai kurangkai dan tinggal mempublikasikannya di blog pribadiku. Setelah selesai aku merentangkan kedua tangan dan mengembalikan posisi punggungku untuk rileks lagi setelah duduk sejak pagi.


Aku teringat lagi tentang email tadi. Pasalnya ada email masuk lagi setelah itu entah dari alamat yang sama atau tidak.


Ketika aku cek lagi, ternyata memang dari alamat yang sama. Namun, itu bukan hanya sekadar ingin berkenalan melainkan ingin belajar ngeblog Sepertiku.


Kubalas pesan itu dengan ramah sesuai isinya. 


[Hai, Kak. Boleh aja kalau kakak ingin aku ajari buat blog.]


Tak berapa lama balasan pun datang lagi.


[Kak, tapi ini untuk tugas kuliah, Kak. Apa nggak apa-apa?] 


Sepertinya dia sangat kebingungan, mungkin sebagian besar dari blogger tidak mau membuatkan blog jika untuk tugas kuliah.


[Yang untuk tugas kuliah, blognya atau isinya?] Aku membalasnya lagi.


Hening. Dia yang tadi langsung cepat membalas sekarang hening. Cukup lama. Karena bosan menunggu dan juga lapar, aku pun memilih memasak mie instan dengan telur setengah matang.


Aku memang belum masak sesiang ini, tadi pagi hanya sarapan nasi goreng, sekarang aku membuat mie instan, nanti sore juga paling Anjar ngajak keluar Seperti biasanya.

*

Sore menjelang, aku baru bangun dari tidur sejak siang tadi. Bahkan aku sampai lupa dengan email yang tadi siang belum aku lagi. Langsung saja kuambil laptop dan tengkurap di kasur sembari mengecek email-email yang masuk.


Banyak pemberitahuan blog dan sosial media di dalamnya. Juga banyak pembaca yang mengirimiku pesan salah satunya dari alamat tadi.


[Isinya untuk memuat tulisan saya tentang referensi film horor. Untuk penilaian dari kampus. Apakah bisa?] 


Tulisnya di email itu. Dikirim sejak 3 jam yang lalu. Mungkin dia cukup lama menunggu.


Tentu saja bisa. Aku akan membuatkannya kalau harga cocok. Kami pun melanjutkan diskusi untuk membuat blog yang Seperti dia inginkan.


Namanya Dian Mayasari, di foto profil emailnya di berkerudung merah muda, hidung mancung, pipi sedikit chubby. 


Kami terus melanjutkan obrolan hingga saling bertukar nomor WhatsApp. 


Aku juga dengan intens mengajarinya agar cepat menguasai blog dan semua fitur di dalamnya. Agak heran sih, dilihat dari wajahnya sama sekali tidak cocok dengan kecintaannya terhadap hal berbau horor. Apalagi dia pecinta film horor dan malah akan mereview di blog dia.


Don't judge the book by the cover. Mungkin istilah itu benar adanya, meskipun wajahnya terlihat ramah, tetapi dia tipe yang serius. Bahkan dalam chat kami nyaris tidak ada candaan, tidak Seperti Friska.


Ah, dia lagi. Kenapa aku harus membandingkan semua perempuan yang ada di dekatku dengan Friska?


Argh! Cinta macam apa ini? Friska seolah sudah menjadi candu untukku, hingga ketika ada orang baru aku terus saja membandingkannya dengan gadis itu. Sial!


Akan tetapi, meskipun nyaris tanpa candaan dia yang selalu intens menanyakan semuanya terlebih dahulu. Dan aku menjawabnya dengan senang hati.


Apakah ini saatnya aku harus membuka diri untuk orang lain? Jika memang ini kehendak Allah akan aku jalankan sesuai skenario yang Dia buat. Karena aku punya rencana, Allah juga punya rencana, bahkan yang lebih luar biasa.


Beberapa hari berlalu blog yang aku buat untuknya pun telah selesai dan terlihat horor sesuai keinginannya.


[Makasih banget, ya, Kak! Aku udah tf ke nomor rekening yang Kakak kasih tadi] 


Dia mengirimkan aku pesan balasan setelah password aku kirimkan padanya. 


[Terima kasih kembali. Kalau ada hal yang nggak paham kasih tau langsung ya] 


Aku membalasnya lagi.


[Oke, Kak.]


[Kamu tau nggak, kalau kita tinggal di kota yang sama loh] Kataku di pesan berikutnya.


[Wah, beneran? Bagus dong, nanti kalau aku ada yang nggak paham kita langsung ketemuan aja.]


[Gimana kalau sekarang saja? Mumpung baru kelar blognya.] Aku mencoba mengajak dia jalan, ya selain tidak ada kegiatan, aku juga ingin mencoba membuka diri untuk orang baru.

[Boleh.]

Dia pun memberitahukan tempat yang dia inginkan, kebetulan sekali itu adalah kafe yang biasanya aku dan Anjar kunjungi. Aku langsung saja menuju keluar kamar. Namun sayang, aku lupa kalau motorku belum diperbaiki. 

Sial!

Tanpa pikir panjang, aku langsung menuju ke rumah Anjar. Untung saja ini hari libur aku bisa memintanya untuk mengantarkan aku dan motorku ke bengkel.


"Assalamualaikum!" ucapku di depan pintu rumah Anjar.


Beberapa saat menunggu, mamanya Anjar keluar dan membuka pintu. "Waalaikumussalam, eh Zuhayr. Cari anjar ya?" 

"Iya, Bi. Anjar ada?" balasku.


"Ada, masuk aja ke kamar." 


Aku mengangguk. Seperti yang diperintahkan oleh mamanya, aku langsung masuk ke kamar Anjar.


"Bro, anter aku ke bengkel yuk! Motorku mau aku benerin."


"Emh! Aku lagi males keluar ...," jawab Anjar yang masih berbaring di tempat tidur.


"Heh! Biasanya kau yang ngajak aku keluar, sekarang gantian!" Aku langsung saja menarik tangannya agar dia bangkit dari tempat tidur.


"Iya udah ... ayo!" Dengan raut wajah yang terlihat sangat malas, dia pun berjalan mengikutiku.

 

Sementara aku lebih dulu pulang dan mengeluarkan motorku yang telah berbulan-bulan tidak dipakai itu. Rasanya selama ini aku lebih nyaman berjalan kaki ke sekolah dan bertemu banyak murid di jalan.


Tepat bersamaan dengan keluarnya aku dari rumah, Anjar pun sampai di depan rumahku dan motorku diderek olehnya.


Sekitar Hayruluh menit di jalanan, kami sampai di bengkel. Aku dan Anjar langsung turun dan dia pun duduk di kursi tunggu. 


"Njar! Kamu tungguin motorku di sini, aku ke kafe. Ada janji sama temen!" Tanpa menunggu persetujuan darinya aku langsung menyambar motornya dan meninggalkan dia di bengkel.

"Zuhayr!"

Posting Komentar