Pensil Pembawa Cinta

4 min read

Hari ini adalah hari di mana aku melakukan tes masuk di salah satu universitas swasta di Makassar. Awalnya aku sama sekali tidak ingin dan tidak ada niatan untuk kuliah di sini. Karena terlambat masuk ke universitas negeri akhirnya aku sekarang sedang berlari menuju ke ruang tes di kampus ini.


Hufftt!


Untung saja aku tepat waktu, pukul 07.00 kurang, aku sudah berada di sini mungkin kalau aku tidak lari tadi aku belum berada di sini dan terlambat untuk mengikuti tes masuk.

Pensil Pembawa Cinta


Aku langsung saja duduk di tempat yang kosong karena tes masuk akan segera dimulai. Lembar tes pun dibagikan dan aku dari tadi masih sibuk mencari pensil. Entah di mana benda kecil dan panjang itu bersembunyi.


Tiba-tiba seorang gadis di sebelah kananku menepuk pundakku. Aku pun menoleh ke arahnya.


"Kamu cari apa?" tanyanya.


"Aku cari pensil, nggak tau di mana. Atau aku lupa bawa yah?" jawabku yang kemudian mencari pensilku lagi.


Gadis di sebelahku tidak berkata apa pun lagi sedangkan aku masih sibuk mencari di mana pensilku berada siapa tahu terselip di sela-sela tas karena di kotak pensil dia tidak ada.


Sekitar beberapa saat aku mencari pensil dan masih belum ketemu tiba-tiba gadis di sebelahku ini menepuk pundakku lagi. 


Ketika aku menoleh, dia sudah menyodorkan sebuah pensil kepadaku. "Pakai saja, aku masih ada yang lain."


"Alhamdulillah, terima kasih banyak yah," jawabku lalu menerima pensil dari gadis yang belum kuketahui siapa namanya.


"Sama-sama."


Karena tes masuk ini telah dimulai aku tidak sempat menanyakan nama gadis yang ada di sebelahku ini. Ah, mungkin nanti setelah ini selesai aku bisa kenalan dengan yang lebih jauh.


Namaku Zuhayr, ya, hanya Zuhayr saja. Di usiaku yang ke 19 ini, aku baru masuk kuliah. Karena memang aku bukan berasal dari sini. Aku merantau untuk kuliah. Namun sayang, aku kurang awal menuju ke kota ini, Kota Makassar, jadi, wajar saja jika aku terlambat mendaftar di universitas negeri. 


Setelah sekitar 3 jam mengerjakan tes masuk, akhirnya kami semua keliar dari ruangan. 


Aku langsung saja mencari gadis pemilik pensil ini. Dia adalah dewi penolongku, jadi aku harus mengucapkan terima kasih padanya. Dan berkenalan tentu saja.


Mataku menyisir semua sudut ruangan hingga ke luar uangan dan seluruh lorong dan melihatnya menuju ke lobi kampus. Tentu saja aku langsung mengejarnya.


"Hey!" panggilku.


Entah dia merasa atau bagaimana gadis itu pun menoleh.


"Pensilnya," ucapku lagi sambil bergegas menghampirinya.


Dia tersenyum. "Sebenarnya nggak dikembalikan juga nggak apa-apa sih. Aku masih ada pensil yang lain sebenarnya."


"Tapi aku kan pinjam masa nggak dibalikin sih," jawabku.


"Eumz, oke deh." Gadis itu menerima pensil yang aku kembalikan.


"Makasih ya," ucapku sambil mengulurkan tangan untuk bersalaman. "Namaku Zuhayr."


Dia menyambut tanganku dan kami pun bersalaman. "Aku Friska," katanya.


"Namamu bagus, salam kenal ya," kataku lagi.


"Iya salam kenal juga." 


"Kamu asli sini?" tanyaku mencoba basa-basi untuk tetap mengobrol dengannya. Dengan Friska.


"Iya, masih di kota Makassar, kalau kamu?" tanyanya.


"Aku di sini ngekos, soalnya aku bukan dari kota, tapi dari desa," jawabku. Kami yang sedari tadi berdiri pun akhirnya duduk di bangku sebelah setelah orang yang mendudukinya berdiri dan pergi.


"Wah keren. Semoga nanti kita diterima di kampus ini ya," ucapnya lagi. Dari gaya bicaranya dia sangat antusias dengan pertemanan kami, atau mungkin aku yang merasa kegeeran saja.


"Aamiin. Oh iya, boleh minta pin BB nggak, biar bisa komunikasi gitu." Aku mencoba meminta pin BBM miliknya. Dan dia tampak langsung mengambil ponsel di tas dan mengeluarkannya.


Aku kira tadinya dia tidak mau, tapi dia memang Sepertinya senang bergaul jadi membuka diri pada siapa saja, termasuk aku. Ternyata dia juga mengambil ponselnya dan memberikanku pin BBM miliknya. Alhamdulillah dapat teman baru, meskipun baru ujian masuk kampus.


Kami pun masih terus saja bertanya satu sama lain, aku merasa jika kamu memang cocok. Baru pertama kali bertemu saja aku merasa nyaman di sampingnya.


"Hayr, aku laper nih. Kantin yuk!" ajaknya ketika kami kehabisan topik pembicaraan.


"Wah, sehati banget. Aku juga lapar nih," jawabku menerima ajakannya.


Kami pun bangkit dari duduk dan melangkah beriringan menuju ke kantin kampus yang letaknya di bagian belakang kampus yang cukup besar ini.


Di perjalanan menuju ke kantin, aku pun iseng-iseng tanya pada gadis yang berjalan di sebelahku ini. 


"Kamu suka makan apa, Ka?"


"Aku apa aja suka sih," jawabnya santai.


"Sama aku suka juga nggak?" 


"Ya suka. Kamu baik soalnya."


"Kamu juga baik banget ke aku, mustahil kan aku nggak balas kebaikan kamu. Coba kalau kamu nggak pinjemin aku pensil tadi, kayaknya aku nggak bisa kerjakan tesnya," pujiku pada gadis di sebelahku ini.


"Kamu itu jangan terus puji aku lah, aku jadi nggak enak kalau gini." 


"Iya deh, iya."


Kami pun sampai di kantin kampus dan menuju ke tempat pemesanan. 


"Selamat siang, Kak. Mau pesan apa?" tanya pelayan kantin.


"Kamu mau makan apa, Ka?" tanyaku.


"Aku mau geprek aja deh, nasinya setengah porsi," jawabnya cepat.


"Aku juga geprek deh, tapi nasinya satu porsi utuh."


"Minumnya apa, Kak?" 


"Jus jeruk," jawabku dan Friska secara bersamaan.


"Wah, pasangan yang kompak. Baik Kak, ditunggu ya," jawab pelayan itu lagi.


Mendapati respons dari pelayan kantin Seperti itu, kami memandang satu sama lain beberapa saat dan terdiam. Lalu kami pun tertawa untuk menghilangkan rasa canggung yang tiba-tiba muncul.


"Ada-ada aja, yah. Baru juga kenal," sahutku pelan. "Yuk, cari tempat duduk," lanjutku lagi.


"Ayo!" 


Kami berdua berjalan menuju ke salah satu meja yang ada di sudut kantin ini. Di sini kantinnya cukup terawat dengan tipe terbuka, bahkan di sebelah tempat duduk yang kami pilih, ada taman kecil yang ditumbuhi bunga yang harum dan indah. Di sisi lain juga ada lesehan bagi yang tidak menyukai makan di meja dan kursi.


Sembari menunggu makanan, kami masih saling terdiam. Sudah kehabisan kata dan bingung mau bahas apalagi. Biasanya aku tidak pernah mengalami ini, tapi kenapa sekarang malah bingung.


Sementara gadis di depanku ini mulai bertanya lagi, "Oh, iya kamu ambil prodi apa?"


"Informatika, kalau kamu?" Aku balik bertanya padanya.


"Aku Bisnis," jawabnya singkat.


"Wah, berarti kita ga satu jurusan dong?" 


"Ya, nggak apa-apa. Kan masih satu kampus, tetep bisa temenan kan?"


"Iya sih."


Di tengah percakapan kami, makanan pun datang dan kami makan tanpa bicara lagi.

Selanjutnya :  Beda Jurusan, Bukan Beda Perasaan

Posting Komentar