Part 11 Kecil, tapi Berarti
Waktu telah menunjukkan pukul 14.00 waktu Makassar, Riris keluar dari kamarnya dengan membawa tas besar berisi kotak besar dan kecil itu. Dia menuju ke kamar Fadil untuk mengajaknya makan seperti apa yang dijanjikan sebelumnya.
Riris dan Fadil makan di resto dekat hotel tempat mereka menginap. Mereka berangkat ke sana dengan berjalan kaki karena jarak resto yang tidak terlalu jauh.
Suasana resto yang tenang membantu mereka meredakan sedikit ketegangan. Resto tersebut memiliki interior yang hangat dan menenangkan, dengan dinding yang dihiasi oleh lukisan-lukisan klasik dan tanaman hijau yang menggantung dari langit-langit. Meja-meja kayu yang elegan ditata dengan rapi.
Lampu-lampu redup dan alunan musik lembut menciptakan suasana yang nyaman. Mereka duduk di meja dekat jendela, memandang ke luar melihat pemandangan siang hari yang panas, tetapi menenangkan karena diiringi lagu yang mengalun merdu.
Di sekitar mereka, beberapa pasangan dan keluarga menikmati makanan mereka, berbincang dengan suara pelan, menciptakan suasana yang intim dan santai.
“Riris, kamu tahu nggak, aku selalu kagum sama keberanianmu,” kata Fadil sambil tersenyum. “Kamu selalu punya tekad yang kuat untuk mencari jawaban, bahkan dalam situasi yang sulit seperti ini.”
Riris tersenyum malu-malu. “Ah, kamu bisa aja, Dil. Aku cuma berusaha melakukan yang terbaik.”
Fadil menatap Riris dengan penuh perhatian. “Serius, Ris. Kamu punya semangat yang luar biasa. Aku senang bisa mendampingimu dalam perjalanan ini.”
Riris merasa tersentuh oleh kata-kata Fadil. “Terima kasih, Dil. Aku juga bersyukur punya sahabat sepertimu yang selalu ada di sampingku.”
Di dalam diam, Fadil membatin, “Sayangnya aku ingin kita lebih dari sekedar seorang sahabat. Aku ingin kamu menjadi kekasihku, selamanya.”
Mereka melanjutkan makan dengan obrolan ringan, sesekali tertawa bersama. Fadil merasa hatinya berdebar setiap kali melihat senyum Riris. Lelaki berparas tampan itu ingin mengungkapkan perasaannya, tapi takut merusak persahabatan mereka.
“Riris, ada sesuatu yang ingin aku katakan,” kata Fadil dengan suara pelan namun tegas.
“Apaan, Dil? Kaya nggak dari tadi ngomong aja,” tanya Riris penasaran.
Fadil menarik napas dalam-dalam. “Aku selalu merasa nyaman dan bahagia setiap kali bersama kamu. Kamu adalah orang yang sangat berarti dalam hidupku. Aku harap kamu tahu itu.”
Riris terdiam sejenak, merasakan kehangatan dalam kata-kata Fadil, tetapi Riris terus meneps apa yang berdesir di hatinya karena dia tidak ingin mengkhianati hubungannya dengan Dani, juga tidak ingin merusak persahabatan mereka. “Aku juga merasa begitu, Dil. Kamu sahabat terbaik yang pernah aku miliki.”
Fadil tersenyum, merasa lega meskipun belum sepenuhnya mengungkapkan perasaannya. “Terima kasih, Ris. Aku akan selalu ada untukmu, apa pun yang terjadi.”
Mereka melanjutkan makan dengan perasaan yang lebih ringan. Meskipun Fadil belum sepenuhnya mengungkapkan cintanya, ia merasa telah memberikan sedikit petunjuk tentang perasaannya kepada Riris.
Setelah selesai makan, mereka berdua bergegas menuju bengkel terdekat untuk mencoba membuka kotak rahasia yang ditemukan.
Sesampainya di bengkel, mereka menemui seorang mekanik yang tampak berpengalaman yang sedang mengutak-atik sepeda motor di hadapannya.
“Selamat sore, Pak. Bisakah Anda membantu kami membuka kotak ini?” tanya Riris sambil menunjukkan kotak besi kecil yang mereka temukan di rumah ayahnya tadi.
Pemilik bengkel yang bernama Pak Agus melihat kotak itu dengan seksama. “Wah, ini kotak yang cukup unik, sepertinya juga sudah sangat lama ditinggalkan. Mari kita coba buka,” katanya sambil mengambil alat-alatnya.
“Bapak bisa selesaikan dulu kerjaan yang bapak kerjakan sekarang,” kata Fadil sungkan.
“Motor ini turun mesin, tidak akan selesai hari ini, jadi kita coba buka kotak kalian dulu,” jawab pria yang terlihat seperti berusia 50 tahunan itu.
“Terima kasih banyak, Pak,” kata Fadil sambil melihat Pak Agus mulai bekerja.
Proses membuka kotak tidaklah mudah. Pak Agus harus menggunakan berbagai alat dan trik untuk akhirnya berhasil membuka kunci rahasia. Sambil bekerja, ia pun bertanya, “Ini kotak dari mana, ya?”
Riris menjawab, “Kami menemukannya di rumah tua milik ayahku. Mungkin di dalamnya ada petunjuk penting.”
Setelah beberapa waktu, dengan berbagai usaha, akhirnya kotak itu terbuka. Di dalam kotak kecil itu terdapat sebuah kunci kuno yang terbuat dari logam yang telah berkarat. Sementara di kotak yang besar terdapat sebuah kain ikat kepala dan foto hitam putih. Dalam foto itu, terlihat ayah Riris bersama seorang wanita muda yang tampak akrab dengannya.
“Ini dia!” seru Riris penuh semangat sembari mengambil foto dan ikat kepala. “Terima kasih banyak, Pak.”
"Sama-sama. Foto ini kelihatan sangat tua apa saya boleh melihatnya?” tanya Pak Agus pada Riris.
“Tentu saja,” jawab Riris sembari memberikannya kepada Pak Agus.
“Ini ayahmu?” tanya Pak Agus.
“Sepertinya iya, saya bahkan belum pernah melihat ayahku,” jawab Riris polos.
“Mungkin saya tau, di kamar belakang ada lantai dua yang dikamuflase, di loteng ada beberapa hal yang mungkin bisa memberikan petunjuk,” saran Pak Agus.
“Apakah Anda mengenal ayahku?” tanya Riris.
“Mungkin iya, tetapi mungkin tidak juga, saya pernah satu komunitas dengan ayahmu, sekarang pergilah sebelum malam,” saran Pak Agus lagi.
“Baiklah kami akan mencari petunjuk lain yang mungkin tertinggal di sana, dokumen lain yang bisa membantu kami menemukan lebih banyak informasi tentang ayah Riris,” jawab Fadil berniat pamit.
Pak Agus mengangguk. “Semoga berhasil. Saya sarankan kalian juga berhati-hati, karena tampaknya ada banyak misteri yang harus dipecahkan.”
“Terima kasih atas sarannya, Pak. Kami akan berhati-hati,” jawab Riris.
Mereka berdua pun memutuskan untuk kembali ke rumah tua tersebut untuk mencari petunjuk tambahan.
Sesampainya di sana, mereka mulai memeriksa setiap sudut rumah dengan lebih teliti sesuai apa yang ditunjukkan oleh Pak Agus tadi. Di balik sebuah dinding kayu yang terlihat mencurigakan, mereka menemukan sebuah kotak kayu lainnya yang terkunci. Riris segera mengenakan kunci kuno yang mereka temukan sebelumnya dan, dengan sedikit usaha, kotak itu pun terbuka.
Di dalam kotak kayu tersebut, terdapat buku harian ayah Riris, beberapa foto keluarga, dan beberapa benda berharga lainnya. Mereka membuka buku harian itu dan mulai membacanya. Halaman demi halaman mengungkapkan banyak rahasia tentang masa lalu ayah Riris, termasuk hubungan dengan wanita di dalam foto hitam putih tersebut.
Selain itu, buku harian tersebut juga berisi banyak nama-nama dan alamat yang bisa didatangi oleh Riris dan Fadil. Nama-nama tersebut termasuk sahabat lama ayahnya, rekan bisnis, dan beberapa tempat yang pernah mereka kunjungi bersama. Petunjuk-petunjuk ini memberikan harapan baru bagi Riris untuk menemukan jawaban atas misteri yang selama ini menggelayuti pikirannya.
Dengan semangat baru, Riris dan Fadil memutuskan untuk mengikuti petunjuk-petunjuk tersebut. Mereka berharap bisa menemukan jawaban atas misteri yang selama ini menggelayuti pikiran Riris. Perjalanan mereka mungkin masih panjang, tetapi dengan tekad dan kebersamaan, mereka siap menghadapi apa pun yang akan datang.
Posting Komentar