Aku Ada Untukmu

Daftar Isi

Sejak kejadian waktu itu aku jadi lebih teliti dalam memahami setiap perkataan yang diucapkan oleh Dian termasuk hanya sekedar untuk memahami ajakan nonton film dengan kode yang terselubung, meskipun pada ujungnya dijawab dengan kata terserah.


Seperti saat ini aku sedang menonton film horor bersama dengan Dian. Ada sedikit rasa heran yang tebersit dalam pikiranku kenapa gadis pendiam dan lugu Seperti dirinya malah menyukai film horor, aku pikir akan menyukai film romantis yang penuh kata-kata puitis.

Aku Ada Untukmu


Namun, aku rasa itu lebih baik daripada dia yang sering ngambek gara-gara hal yang Hayrele, menurutku. Seperti waktu itu ketika dia meminjam ponselku, tetapi tidak aku langsung berikan padahal niatku hanya tidak ingin dia celaka karena bermain ponsel di motor.


Akan tetapi, nyatanya tidak demikian. Kata Anin, "Pak, dia kan nggak berkendara, jadi nggak apa-apa kasih aja hapenya lain kali. Nggak usah ada alasan. Paling juga buat dipegang doang."


Ya, sejak saat itu aku lebih memilih mengalah karena aku memang tidak ingin hubungan ini hancur karena keegoisanku atau kekurangpekaanku.


Aku keluar dari bioskop bersamanya. 

"Kak, tadi filmnya seru banget, ya?" celetuknya senang.

"Iya seru."


"Kamu suka yang bagian apa, Kak?" tanyanya.


Perkataan itu membuatku beku. Bagaimana tidak, aku sama sekali tidak menonton film itu. Hanya menemaninya saja. Jadi aku harus menjawab apa?


Aku diam dan berpikir.

"Kak," panggil Dian lagi.


Aku menoleh padanya dan teringat apa yang Anin katakan waktu itu, jadi aku mencoba menirunya.


"Yang mana yah? Semuanya bagus," jawabku pada akhirnya.


"Iya, emang bagus dan bikin terharu," balas Dian yang lantas mendahului langkahku.


"Huuuft ... selamat."


Dian mulai berjalan menuju keluar dari bioskop ini dan terlihat dia melangkah ke arah cafe di sebelah bioskop. Mungkin dia nemang sudah lapar karena sejak tadi tidak makan. Aku pun akhirnya mengikuti. 


"Ngopi, Kak?" tanyanya ketika aku sampai di dalam. Ternyata dia hendak memesan buatku.


"Eum, smoothies avocado aja, tadi siang aku udah ngopi soalnya," jawabku.


"Oke. Makan?" tanya dia lagi.


"Makannya enggak deh, kamu aja," balasku kemudian pergi terlebih dahulu ke tempat duduk yang kosong. 


Dia hanya mengangguk lalu tersenyum, seolah hari ini dia sangat senang.


Seperti biasa memang dia yang bayar, meskipun uang itu juga adalah uang dariku yang biasanya aku transfer.


Beberapa saat kemudian dia pun datang dan memasang senyum yang menawan kemudian duduk di depanku.


"Kak, tau nggak kalau hari ini tuh aku seneng banget," katanya.


"Tau dong, kamu dari tadi senyum terus gitu. Makin manis," balasku.


Wajah putihnya langsung berubah menjadi kemerahan, entah karena malu atau apa.


"Ih, Kak Zuhayr gombal," balasnya sambil tersenyum dan menutup bibirnya dengan tangan kanan.


"Itu fakta, bukan gombal, Dian."


"Iya deh, Kak."


"Aa—" Baru saja aku membuka mulut, waiters datang dan menyuguhkan pesanan kami. Kupikir,cepat juga pelayanannya.


"Eh, tadi Kakak mau bicara apa?" tanya Dian.


"Enggak." Aku mengambil gelas smoothies dan menyeruputnya dengan sedotan.


"Oh, iya Kak, aku ada tugas. Bantuin ya," pintanya.


"Boleh, tugas apa?" tanyaku.


"Bikin makalah, nanti habis ini ke rumah ya," pintanya lagi.


"Iya."


Kami diam. Sesekali saling pandang dan mengagumi kemudian tertawa. Tidak ada pembicaraan yang kami lakukan, ya setiap bertemu memang hanya Seperti ini saja. Apalagi Dian yang pendiam dan serius, sulit untuk mencairkan suasana jika bersama dengannya. Namun, aku tetap mencintai karena dia memang membuatku nyaman.


"Ya udah, yuk, Kak. Kita pulang aja. Soalnya tugasku banyak sih," kata Dian ketika steak di depannya telah habis. 


"Ya, udah, ayo! Mau mampir beli sesuatu nggak buat temen ngerjain tugas?" tawarku ketika kami berdua berdiri.


"Martabak, tapi aku yang milih ya," pintanya.


"Oke, sip," jawabku sembari melingkarkan telunjuk dan jempol Seperti membentuk huruf O.


Kami berdua berjalan meninggalkan kafe ini dan menuju ke parkiran bioskop karena motorku ada di sana.

*

Kini kami telah sampai di rumah Dian, tanpa menunggu lama gadis berkerudung itu menyiapkan martabak yang kami beli tadi dan membawakan air untuk kami berdua. Tak lupa juga dia menyiapkan laptop untuk mengerjakan tugasnya Seperti yang tadi dia bicarakan.


"Oh, Nak Zuhayr ke sini. Apa kabar, Nak?" Tiba-tiba, ibunya Dian datang. Aku langsung menyambut menyalaminya dengan takzim.


"Iya, Bu. Baru saja sampai."


"Udah, Bu. Ibu masuk aja, aku mau minta Kak Zuhayr bantuin aku bikin tugas, Ibu jangan ganggu." Dian sedikit cemberut karena ibunya datang.


"Hust, jangan begitu. Nggak sopan," jawabku sambil memandang ke arah Dian.


"Ya udah, Ibu ke belakang ya," jawab ibunya Dian yang memilih mengalah dengan anaknya.


"Iya, Bu." Aku dan Dian menjawab secara bersamaan, tetapi ada yang aneh dengan raut wajah ibunya Dian. Kenapa?


"Ayo, Kak! Bantuin," pintanya lagi.


Aku akhirnya mulai membantu Dian membuat makalah step by step dengan pelan, karena aku pikir kali ini temanya cukup berat.


"Kak, nanti setelah ini, bantuin bikin konten di blog ya," pintanya lagi.


"Iya, ini selesaikan dulu. Nanti baru blognya." 


Sebenarnya aku heran, dia bukan mahasiswa baru, tetapi membuat makalah masih belum bisa, jadi selama ini yang membuat tugas makalah Dian itu siapa?


"Ini makalah pertamamu?"


"Kalau bikinnya iya, tapi kalau tugas ya bukan, Kak. Selama ini aku dibuatkan sama temenku. Kalau misal berkelompok, aku bagian meresume aja," jawabnya sambil mengetik.


"Oh, iya sudah. Ayo lanjutkan."


Sebenarnya membuat makalah tidak semengerikan itu, tapi memang harus dipelajari dengan benar. Seperti Dian saat ini, dia belajar membuatnya dan hasilnya lumayan mengingat dia membuat ini untuk pertama kalinya.


Sekitar dua jam kami berada di depan laptop, akhirnya Dian bisa menyelesaikan tugas makalah pertamanya.


"Akhirnya selesai," ucapnya senang.


"Alhamdulillah, udah bisa sekarang?" tanyaku memastikan.


"Sudah dong, kan Kak Zuhayr yang ajarin," jawabnya semringah.


"Sekarang apa?" tanyaku lagi.


"Bantuin bikin artikel buat di blog," ucapnya sambil tersenyum malu.


"Dari dulu belum bisa buat?" tanyaku heran.


"Hehehe, belum Kak." Dia tertawa.


"Ya sudah, ayo buat sama-sama."


"Karena Kakak udah bantuin aku, nanti kalau Kakak ada kerjaan di sekolah, aku bantuin juga," ucapnya sembari membuka situs blog miliknya.


"Iya, masalah itu mah gampang." 


Aku mulai mengajarinya membuat artikel untuk mengisi blog yang telah lama dia buat, tetapi hanya berisi beberapa saja. Namun, aku maklum, dia Sepertinya sibuk dengan kuloah jadi mengisi blog hanya untuk tugas kuliah saja.


"Kak, kemarin nambah content di mana yah?" tanyanya


Aku mengulurkan tangan dan dia pun sama. Tangan kami sama-sama berada di mouse.


"Em, sorry!"

"Ekhem!" Suara dehaman terdengar, sontak kami berdua menoleh.

Posting Komentar