Naik Pangkat, Turun Perasaan

Daftar Isi

Nurul melangkah dengan penuh semangat memasuki gerbang megah perusahaan Langit Biru. Hari ini adalah hari pertamanya bekerja di perusahaan yang terkenal dengan reputasi dan budaya kerjanya yang luar biasa. Jantungnya berdebar kencang, campuran antara rasa gugup dan antusiasme. 

Setibanya di resepsionis, Nurul disambut dengan senyuman hangat dan keramahan dari resepsionis. Dia kemudian diarahkan ke ruang HRD untuk menyelesaikan proses orientasi. Di sana, dia bertemu dengan Rini, HRD yang ramah dan sabar yang membimbingnya dengan detail tentang perusahaan, budaya kerja, dan tugasnya sebagai staf di bagian marketing.

Naik Pangkat, Turun Perasaan
Setelah orientasi, Nurul diajak berkeliling kantor oleh Rini. Dia diperkenalkan dengan berbagai departemen dan bertemu dengan beberapa rekannya. Nurul merasa senang dan terkesan dengan keramahan dan kesigapan para karyawan Langit Biru. 


"Silakan perkenalkan dirimu," kata Rini pada Nurul.


"Namaku Nurul Rahmawati, panggil saja Nurul, saya harap bisa bekerja sama dengan Anda semua. Terima kasih," kata Nurul memperkenalkan diri.


"Hai, Nurul. Salam kenal," kata karyawan lain dengan kompak.


Kini akhirnya, Nurul dibawa ke ruangannya di bagian marketing. Di sana, dia bertemu dengan managernya.

"Anton?"

"Nurul?"

Baca Juga :  Senyum yang Membelah Keterbatasan

Keduanya berkata bersamaan, dan mereka ternyata teman. Anton menyambutnya dengan senyuman hangat dan jabat tangan yang erat. Nurul langsung terpesona lagi dengan ketampanan dan aura kharismatik teman sekaligus managernya. 


"Ternyata dunia sesempit ini ya," kata Anton sambil tersenyum manis.

"Hebat kamu sudah jadi manager," balas Nurul kagum.

"Apa Anda saling kenal?" Rini terlihat kebingungan.

"Dia teman saya waktu SMA, bisa tinggalkan kami berdua saja?" pinta Anton pada Rini.

"Tentu saja, Pak," jawab Rini yang kemudian keluar dari ruangan.


Anton kemudian menjelaskan tugas dan tanggung jawab Nurul secara detail. Dia juga memberikan beberapa tips dan saran untuk membantunya beradaptasi dengan lingkungan kerja yang baru. Nurul mendengarkan dengan penuh perhatian dan antusiasme.


Di hari-hari pertamanya di Langit Biru, Nurul merasa senang dan bersemangat. Dia menikmati pekerjaannya, belajar banyak hal baru, dan bertemu dengan orang-orang yang ramah dan suportif, apalagi ada lelaki yang sejak lama dia kagumi.


Nurul si gadis cerdas dan ambisius, selalu terpesona pada Anton, lelaki yang karismatik dan tampan. Ia kagum pada kecerdasan, kepemimpinan, dan ketegasan Anton. Nurul ingin lebih dekat dengannya, bukan hanya sebagai atasan dan bawahan, tetapi juga sebagai teman atau bahkan lebih. 


Nurul mulai dengan bekerja keras. Ia menyelesaikan tugas-tugasnya dengan sempurna dan selalu tepat waktu. Ia juga sering mengajukan ide-ide baru dan kreatif, yang selalu disukai Anton. Nurul ingin menunjukkan bahwa dia bukan hanya karyawan biasa, tetapi juga aset berharga bagi perusahaan.


Selain bekerja keras, Nurul juga lebih mendekati Anton secara personal. Ia sering mengajaknya makan siang bersama juga sering memuji Anton atas pencapaiannya, dan menunjukkan rasa hormat yang tulus kepadanya, seperti siang ini, Nurul sengaja membawa bekal yang dia masak sendiri dengan sepenuh hati.


"Selamat siang, Pak." Nurul memberi salam dengan tangan kiri membawa berkas dan tangan kanan membawa tas bekal.


"Ya, duduk. Bagaimana sudah selesai?" tanya Anton sambil menatap mata gadis yang ada di hadapannya.


"Sudah," kata Nurul setelah dia duduk dan meletakkan tas bekal di samping kursi.


Anton memeriksa berkas dan semua yang ada di hadapannya, ternyata semua laporan bagus juga dengan hasil penjualan yang meningkat.


"Tidak sia-sia perusahaan ini menerimamu di bagian ini, kinerjamu selama sebulan ini bagus sekali," kata Anton memuji.

Dipuji demikian oleh orang yang amat dikagumi, tentu saja membuat Nurul tersipu.

"Terima kasih, Pak."

"Ya sudah, kamu boleh keluar, saya mau keluar makan siang juga," kata Anton.


"Maaf, Pak. Saya bawa bekal lebih, apa Anda berkenan makan siang dengan saya?" Nurul berbicara dengan kepala menunduk.


"Sebagai apa?"

"Maksudnya?" Nurul balik bertanya.

"Jika sebagai teman, saya mau. Kalau sebagai atasan, maaf tidak bisa," ucap Anton tegas.

"Sebagai hadiah pertemanan kita, bagaimana Anton?"

Anton menjawab, "Tentu. Ayo duduk di sofa."


Mereka berdua pun makan bersama seperti teman lama yang sudah sangat akrab. Nurul tahu betul jika Anton sangat suka udang saus tiram, maka dia belajar memasaknya selama sebulan ini demi hari yang ditunggu-tunggu.


Ketika suapan masuk ke mulut Anton, matanya terbelalak seolah tidak percaya dengan apa yang lidahnya rasakan. Perpaduan yang pas untuk rasa yang dirindukan olehnya sejak lama.


"Kenapa? Nggak enak ya?" Nurul mulai was-was.

"Ini enak banget!" Anton langsung terlihat sangat lahap menyantap makanan di hadapannya.

"Syukur deh," katanya lega.


Keduanya makan bersama sambil bercerita satu sama lain dan menjadi semakin dekat.

Namun, Nurul tidak berhenti di situ. Dia ingin lebih dekat dengan Anton, dan dia tahu bahwa dia harus melakukan sesuatu yang lebih istimewa. Nurul pun mulai memberi hadiah anonim. 


Mulai dari mengirimi hadiah lewat kurir yang ditujukan ke meja sang manager, atau sekedar berangkat sangat pagi untuk bisa memberikan bunga segar di meja idolanya.

Apalagi sebagai secret admirer, skill Nurul sudah melebihi detektif demi membuat Anton penasaran dan tersipu.


Hadiah-hadiah ini membuat Anton penasaran siapa dalang di balik semua itu. Namun, saat hal itu belum dia ketahui, direktur perusahaan Langit Biru menugaskan di kantor cabang yang letaknya agak jauh.


"Belum juga tau siapa si pengirim semua ini, malah dipindah ke kantor cabang," gumam Anton kecewa.


Waktu berlalu, dan ini adalah hari terakhirnya di kantor, dan Anton merencanakan untuk makan malam bersama dengan karyawan yang lain. Mereka diundang secara pribadi, termasuk Nurul.


"Malam ini datang ke kafe Anumerta, ya. Saya ingin berbicara sesuatu padamu," kata Anton pada Nurul ketika mereka berdua ada di ruangannya.


Nurul terkejut dan hanya bisa diam sambil mengangguk, dia tidak tau jika temannya yang lain juga diundang makan malam bersama.


Malam harinya, Nurul pun datang ke kafe yang disebutkan, dia duduk di tempat yang sudah direservasi atas nama Anton. Dia datang paling awal lalu disusul oleh teman yang lain.


"Loh kalian di sini juga?" tanya Nurul terkejut.


"Iya, kan kita semua diundang sama Pak Anton buat makan malam, emang kamu nggak tau?" jawab Raina.


"Ya tau kok, cuma basa-basi aja tadi, hehe." Nurul terlihat begitu canggung.


Akhirnya Anton pun bersamaan dengan waiters yang menawarkan menu.


"Mungkin ini malam terakhir kalian bertemu dengan saya. Karena besok pagi saya harus ke Padang dan mengurus kantor cabang di sana," kata Anton to the point.


Rekan yang lain, sedih sekaligus gembira karena Anton akan makin sukses di sana dan naik jabatan, tetapi tidak begitu dengan Nurul. Kini dia tidak punya alasan lagi untuk mengirimi Anton makanan, atau sekedar berbalas pesan.


Posting Komentar