Menghormati Teman Lama
Waktu terus berlalu, hingga tak terasa sudah tiga hari Zuhayr tinggal di rumahnya seorang diri. Rumah yang didominasi warna putih itu sangat berbanding terbalik dengan kondisi hari Zuhayr yang tengah kelabu.
Semua masih sama seperti hari-hari sebelumnya, hari-hari semenjak ia harus melepaskan pujaan hati hanya karena dinding tebal yang tidak bisa Zuhayr tembus bagaimanapun caranya. Dinding yang membuatnya hatinya lebur dan cintanya terbawa jauh oleh perempuan ayu bernama Friska.
Ya, bagaimana bisa Zuhayr menghancurkan dinding itu, sebab dinding yang diberi nama dinding Tuhan itu begitu kokoh. Harusnya Zuhayr sudah siap untuk segala kemungkinan sejak ia memutuskan untuk melabuhkan hati dan mencintai perempuan yang berbeda agama, tetapi Zuhayr terlalu optimis jika semua akan indah pada waktunya.
Hari sudah hampir siang yaitu 10.45 WITA, para warga yang tinggal di sekitaran rumah Zuhayr sudah sibuk melakukan kegiatannya, ada yang sekolah dan ada juga yang bangun pagi hanya untuk mencari sesuap nasi untuk anak dan istri.
Namun, berbeda dengan Zuhayr yang baru saja bangun dari tidurnya. Bayang-bayang Friska masih terus berputar-putar dalam ingatannya, hingga membuat laki-laki berumur 23 tahun itu mengalami insomnia meski belum terlalu parah. Ia hanya akan tertidur setelah subuh, sedangkan malam harinya akan ia gunakan untuk menghisap rokok dan meminum arak sembari mengingat kekasih hati yang akan menikah dengan laki-laki lain. Secinta apa pun Friska kepadanya dan sesempurna apa pun seorang Zuhayr, tetap tidak akan bisa karena ada yang Zuhayr tidak punya, yaitu agama yang sama dengan Friska.
Tok! Tok! Tok!
Pintu rumah Zuhayr diketuk oleh seseorang. Zuhayr bisa mendengar ketukan itu karena kamarnya tidak jauh dari pintu depan rumah. Awalnya Zuhayr tidak ingin bangkit dari kasurnya, sebab baginya tidak ada lagi tempat yang nyaman selain kasur yang akhir-akhir selalu setia menjadi saksi kepiluannya.
Mau tidak mau akhirnya Zuhayr pun bangkit karena ia hanya tinggal sendiri, itu artinya tamu yang Zuhayr sendiri tidak tahu siapa itu berniat menemuinya.
Ceklek!
Pintu pun dibuka oleh Zuhayr dari dalam rumah. Hal pertama yang dilihat oleh laki-laki dengan kaos hitam berlengan pendek itu adalah Anjar, sosok teman lamanya dulu.
"Kamu baru bangun, Hayr?" tanya Anjar.
"Iya, maklum pengangguran," jawab Zuhayr. Padahal alasan utamanya bukan itu, melainkan patah hati yang membuatnya menjadi patah semangat dalam menjalani kehidupan.
"Parah banget kamu, udah tiga hari di sini tapi belum main ke rumah. Untung aja kemarin malam ibuku bilang kalo kamu udah pulang ke rumah," ujar Anjar.
"Ah iya, maaf banget Bro. Aku capek kemarin jadinya kurang enak badan," jawab Zuhayr yang lagi-lagi berkilah.
"Sekarang udah sembuh, kan?" tanya Anjar memastikan. Meskipun yang Anjar lihat, wajah Zuhayr tampak sayu dan badannya sedikit lebih kurus dibandingkan waktu terakhir mereka bertemu.
"Ya, sekarang sudah mendingan. Ayo masuk dulu!" Karena tidak enak terlalu lama mengobrol di luar sehingga Zuhayr pun menawarkan masuk.
"Ah nggak usah, aku ke sini cuma pastiin apa bener kamu udah pulang. Soalnya nggak pernah liat keluar rumah," ucap Anjar.
"Emang aku jarang keluar rumah, Njar. Palingan sekali-kali aja, itu juga kalau ada yang mau dibeli," jawab Zuhayr.
"Gimana kalo nanti sore kita jalan keluar sambil ngopi-ngopi. Biar kamu kembali terbiasa di sini," ajak Anjar.
"Boleh juga, aku mau-mau aja." Padahal jauh dari lubuk hati yang terdalam, ingin sekali Zuhayr menolak. Bukan karena tidak mau pergi dengan temannya itu, tetapi ia sedang lelah meskipun hanya untuk berinteraksi dengan orang sekitar. Anjar tidak tau dengan apa yang terjadi dalam masalah percintaannya, itu artinya ia harus berpura-pura untuk baik-baik saja. Sungguh itu sangat melelahkan bagi seorang Zuhayr.
"Baiklah kalau begitu aku pulang dulu. Nanti sore aku ke sini lagi ya!" ujar Anjar.
"Nggak usah, nanti biar aku aja yang ke rumahmu. Soalnya belum ketemu lagi sama bibi, terakhir cuma waktu bibi anterin makanan ke sini," ujar Zuhayr.
Ah, Zuhayr memang sepintar itu menutupi lukanya. Lihat saja, ia bahkan menguatkan diri untuk bersilaturahmi dengan tetangganya.
Usai kepergian Anjar, Zuhayr kembali masuk dan menutup pintu rumahnya. Ia kembali ke kamar dan hal pertama yang ia lakukan bukanlah bersih-bersih melainkan merokok.
"Rasanya bertemu orang lain seakan habis bekerja keras, menguras tenaga aja!" batin Zuhayr.
Selesai menghabiskan dua batang rokok, bukannya berhenti Zuhayr justru mengambil minuman bersoda lalu menenggak hingga habis.
*
Sore pun tiba, itu artinya Zuhayr harus memenuhi janjinya untuk menjemput Anjar ke rumahnya dan keluar untuk meminum kopi bersama dengan teman lamanya itu.
Sedari bangun tidur, Zuhayr hanya sekali memakan nasi, itu pun disertai mie instan dan telur ala anak kost-an. Hingga memang jelas sekali jika wajahnya tampak tirus.
Usai mandi dan bersiap-siap, laki-laki berkaos hitam itu pun mengambil hoodie hitamnya dan menyiapkan motor untuk ke rumah Anjar. Sebenarnya rumah mereka berdekatan, hanya saja Zuhayr nantinya ingin langsung pergi saja ke tempat tujuan awal mereka.
Tiba di depan rumah Anjar, terlihat mama Anjar tengah menyirami tanaman hiasnya. Tak lama kemudian, Anjar pun keluar dengan penampilan yang hampir sama dengan Zuhayr, yaitu serba hitam.
"Kita pergi dulu ya, Ma. Mau jalan," ucap Anjar lalu menyalami mamanya dan diikuti oleh Zuhayr sebagai bentuk rasa hormat.
"Apa nggak masuk ke rumah dulu? Minum dulu gitu," ucap mama Anjar.
"Kita langsung pergi aja, Bi. Soalnya kita juga mau ngopi-ngopi di luar. Nanti deh saya main-main ke sini lagi," ucap Zuhayr.
"Iya deh, tapi janji ya Hayr. Sering-sering main ke sini, ngapain ngurung diri di rumah sendiri?" ujar mama Anjar lagi.
"Iya, Bi, hehe. Kemarin saya sakit, jadinya di rumah aja," jawab Zuhayr berkilah.
"Loh, iyakah? Apa sekarang sudah sehat? Kenapa nggak bilang sih?" tanya mama Anjar beruntun.
"Nggak apa-apa, Bi. Sekarang udah sembuh kok. Kalau gitu kita jalan dulu ya, Bi," ucap Zuhayr sambil melukiskan senyum yang dipaksakan di wajahny
"Ya udah, hati-hati ya!"
Zuhayr dan Anjar pun pergi setelah Zuhayr seperti diintrogasi.
Hampir tiga puluh menit berkendara mengelilingi jalanan di sana, Anjar pun meminta Zuhayr untuk menepikan motornya karena mereka sudah sampai di tempat ngopi yang dimaksud Anjar.
"Tempatnya di sini, Njar?" tanya Zuhayr.
"Iya di sini aja. Biar nanti kita enak cerita-cerita sambil ngopi," ujar Anjar.
Zuhayr pun mengiyakan dan mengikuti Anjar. Mereka memesan kopi yang mereka inginkan, kali ini bukan kopi hitam seperti yang setiap hari dikonsumsi oleh Zuhayr.
"Kok, kopinya ini?"
Posting Komentar